Kamis, 18 April 2013

Twins In Love Part 6


--- Flashback On ---

“Gue yakin tim basket kita bakalan menang…” Ujar seorang siswa yang tengah duduk di bangku penonton seraya memeluk bola bulat orange kesayangannya. Temannya hanya tersenyum, ia juga sama yakinnya dengan sahabatnya ini. Tim mereka pasti akan menang melihat latihan mereka yang cukup serius.

“Pasti, apalagi kaptennya yang cakep kayak Elo.” Imbuh temannya yang kini memandang ring basket.

“Nggak nyambung dodol.” Toyornya dikepala temannya, sementara temannya hanya nyengir kuda.

“Kita buat taruhan aja gimana?” Tantangnya, temannya mengernyitkan dahinya.

“Taruhan apa?”

“Pada saat pertandingan siapa yang masukin bola sebanyak-banyaknya akan jadi kapten berikutnya. Dengan resiko kalau gue kalah gue akan menyerahkan jabatan kapten sama elo.” Ucapnya.

“Ok! Gue setuju, Loe lihat aja ntar posisi kapten akan beralih ke gue.” Ucap temannya bangga, lagi-lagi ia menonyor kepala temannya.

“Loe anarkis amat sih Yo. Dari tadi kepala gue jadi korban terus.” Ringis temannya sembari mengelus-elus kepalanya yang jadi korban pendaratan tangan Rio.

“Loe sih,,, belum mulai aja udah bangga. Kalah baru nyahok Loe.” Doa Rio

“Ya ampun Rio yang ganteng tapi masih gantengan gue. Nggak mungkinlah Gabriel Steven Damanik kalah, gue jamin deh gue pasti menang. Loe lihat aja ntar.” Ucap Iel

“Gabriel…” Tiba-tiba ada yang memanggil Iel dari arah pintu GOR, Iel dan Rio menoleh mendapati seorang siswa laki-laki dengan memakai pakaian seragam, bukan seragam mereka tetapi seragam SMA Budi Karya. SMA yang menjadi rival mereka bertahun-tahun dalam segala bidang, seperti Olimpiade Sains, basket, Futsal, dan lain sebagainya. Rio mengernyitkan dahinya kenapa anak BK( Budi Karya ) bisa masuk ke sini.

“Elo Ko. Ngapai kemari?” Tanya Iel begitu Riko-orang yang memanggilnya tadi sampai di hadapannya.

“Gue pengen ngomong sama loe tapi nggak disini.” Ucap Riko.

“Ehm Yo, Gue pergi dulu ya. Jangan kangen loe sama gue. Ingat besok latihan basket.” Ucap Iel PD. Rio mendelik kesal.

“Najis Tralala-Trilili gue kangen sama Loe. Hush…Hush sana pergi Loe.” Usir Rio

“Yeee,,, kurang asem Loe Yo, Loe kira gue kucing apa.” Ujar Iel, Rio cengengesan

“Mirip.”

“Males deh gue lawani bacot Loe yang gede, mending gue pergi aja deh. Bye…Bye Rio.” Ucap Iel berlalu pergi seraya melambaikan tangannya bak seorang banci. Rio menjadi geli sendiri melihat tingkah sahabatnya itu.

***

Dua orang ini sibuk dengan Handphone mereka, keduanya saling meletakkan benda canggih itu di dekat telinga mencoba menghubungi seseorang yang sedari tadi tak mengangkat panggilan mereka. Nampak di wajah keduanya tersirat kekhawatiran.

“Gimana Yel?” Tanya Riko

“Nihil Ko, Handphone Via nggak aktif. Loe udah hubungi orang rumahnya belom?” Tanya Iel balik

“Udah. Kata mereka Via belum pulang. Gue nggak tau gimana jadinya kalau bonyok Via sampe tau kalau Via hilang. Gue harus ngomong apa Yel?” Lirih Riko, wajahnya masih terlihat cemas akan keberadaan kekasih hatinya itu. Via adalah pacar Riko, dan Iel adalah sahabat mereka berdua dari kecil.

“Loe tenang aja Ko, bonyok Via masih ada di Paris. Kita nggak punya waktu, kita harus cari Via sekarang. Kalau besok gue nggak bisa soalnya ada tanding basket, Loe juga kan ikutan tanding.” Ujar Iel, Riko mengangguk.

“Kalau Via sampai nggak ketemu hari ini gue bakal cari besok dan membatalkan pertandingan basket gue.” Ucap Riko pasrah. Iel menepuk bahu Riko berusaha menguatkan hati sahabatnya itu.

“Loe tenang aja, Via pasti ketemu. Kita cari dia sekarang. Ayo!” Ajak Iel

“Gue nebeng elo deh Yel, soalnya gue nggak bawa mobil.” Ucap riko, Iel hanya mengangguk. Mereka berdua lalu keluar dari cafeteria dekat sekolah Iel dan pergi menuju parkiran mobil. Keduanya telah masuk ke dalam Ferari hitam metalik milik Iel. Namun sebuah nada dering langsung memecahkan perhatian mereka, ternyata dari Handphone milik Iel. iel mengangkat panggilan itu dan meletakkannya di dekat telinga.

“Halo.” Ucap Iel.

“…….” iel melototkan matanya tatkala mendengar suara orang itu dari awal hingga akhir matinya panggilan itu. Handphone itu perlahan-lahan merosot jatuh dari tangannya. Ia menoleh ke arah Riko yang tengah memandangnya heran.

“Via Ko… Via…” Ucap Iel

“Via kenapa Yel? Via kenapa?” Tanya Riko was-was

“Via disekap di gudang dekat bangunan tua di jalan Mataram.” Jawab Iel

“Loe bohong kan Yel. Loe bohong kan, Loe sekongkol sama Via supaya gue khawatir dan Via bakalan kasih surprise ke gue saat pertandingan besok.” Ucap Riko tak percaya

“Gue beneran Ko. Gue nggak bohong.” Bentak Iel.

“Kita ke sana sekarang.” Ucap Iel datar dan langsung melajukan mobilnya dengan cepat menuju jalan Mataram.

***

BRAKKK!!!

Via membelalakkan matanya tatkala dua orang pria yang ditunggu-tunggunya mendobrak pintu gudang itu dengan kasar. Kaki dan tangan Sivia masih terikat di sebuah tiang sehingga sulit untuk dia menghampiri kedua orang itu, mulutnya juga ditempel lakban. Sivia meraung-raung meminta pertolongan. Namun mata Sivia kembali melotot tatkala empat orang di belakang Iel dan Riko tengah membawa balok di tangan mereka. Via berteriak mengatakan awas, namun apalah daya mulutnya tengah ditempeli lakban sehingga sulit untuk memberitahu Iel dan Riko berhati-hati.

Brukk…Brukk…

Silvi menutup matanya tatkala dua pukulan itu dilayangkan ke bagian tengkuk Iel dan Riko, airmatanya jatuh ketika ia mendapati Iel dan Riko telah dalam keadaan tidak sadar. Dua orang di antara mereka menyeret Riko keluar sementara Iel mereka biarkan di dalam gudang bersama Silvi. Kedua yang lainnya mendudukkan Iel di sebuah bangku dan mengikat kaki tangan Iel, setelah itu mereka keluar menemui bos mereka.

Lima orang ini saling melemparkan senyum penuh kemenangan.

“Semua beres Bos. Gue jamin Gabriel nggak bakalan ikut pertandingan basket itu.” Ucap salah satu di antara mereka.

“Great! Tugas Loe berempat sekarang, Loe awasi mereka supaya nggak kabur dari sini.” Perintah Boss mereka, ke empatnya mengangguk patuh. Orang yang sebagai Boss itu tersenyum sinis, tak sabar menunggu hari esok jika semuanya berhasil dengan lancar.

***

Rio sedari tadi bolak-balik dari depan pintu GOR sekolahnya, kamar ganti, sampai bangku penonton serta menuju tempat duduk peserta pertandingan basket. Hatinya ketar-ketir menanti kedatangan Iel yang sudah setengah jam lebih tidak memunculkan dirinya dari waktu perjanjian.

“Kamu udah siap Yo?” Suara pelatih mereka Pak Joe langsung membuyarkan kekhawatirannya. Rio hanya mengangguk.

“Iel kemana? Lima menit lagi dimulai.” Tanya Pak Joe lagi

“Mungkin dia telat kali Pak atau nggak lagi terjebak macet.” Jawab Rio setenang mungkin, walaupun ia membantah ucapanya itu di dalam hati. Menurutnya, kalau pun Iel terjebak macet pasti pria itu langsung memberitahuya. Tapi sekarang pria itu sama sekali belum mengabarinya dan anehnya lagi Handphone Iel nggak aktif

“Ya sudah kamu siap-siap aja Yo. Lakukan yang terbaik buat Binus, ini pertandingan awal kamu jadi kapten basket.” Ucap Pak Joe menyemangati, Rio hanya tersenyum sebagai isyarat kata terima kasih.

Lima menit kemudian…

Rio mendesah pelan, kegelisahannya semakin menjadi-jadi tatkala Iel belum juga muncul padahal mereka telah dipanggil oleh panitia, dengan terpaksa Rio harus menggantikan Iel dengan pemain lainnya untuk bertanding menuju Final. Untuk saat ini ia bisa lega karena lawan mereka adalah SMA Bima Sakti yang basketnya tidak ada apa-apanya dibandingkan Binus. Rio mencoba mengonsentrasikan pikirannya ketika sudah berada di tengah lapangan, ia memberi aba-aba pada anggotanya untuk membentuk formasi seperti yang sudah mereka susun. Dan ia juga menyuruh Alvin menggantikan posisi Iel sebagai Tosser, menurutnya keahlian Alvin dan Iel sama, sama-sama gesit dan lincah. Alvin mengangguk mematuhi perintah Rio, dia juga sebenarnya khawatir atas ketidakhadiran Iel di lapangan ini.

Prittttttt!!!

Bunyi peluit itu pertanda bahwa pertandingan di mulai, Tim basket Binus mengambil alih bola dengan cepat ketika bola itu di lempar ke atas. Untung saja ada Cakka yang tergolong tinggi dan dengan mudahnya mengambil bola itu. Cakka mendrible bola dan mengopernya kepada Septian yang tengah kosong dari penjagaan karena Tim BimSak (Bima Sakti) tengah menjaga Rio dan Alvin yang menurut mereka sangat berbahaya. Permainan itu terus berlanjut hingga berakhir, dan dimenangkan oleh Tim Binus dengan point 96-57 sungguh perbedaan point yang sangat jauh. Tim Binus masuk ke dalam final dan melawan tim Budi Karya, tapi sebelum pertandingan dilanjutkan dilakukan istirahat sejenak oleh kedua tim tadi. Tiba-tiba mata Rio tertuju pada teman Iel yang memanggil Iel kemarin. Rio segera menghampiri orang itu.

“Hey!” Orang itu menoleh dan menatap Rio heran

“Loe temennya Iel kan? Loe tahu dimana dia?” Tanya Rio

“Gue nggak tahu.” Jawab orang itu kemudian berlalu pergi.

***

“Argghhh…” Teriak Rio kesal, ia membanting botol minuman yang dipegangnya sehingga semua isinya berhamburan.

“Udahlah Yo terima kekalahan, nggak perlu terlalu kesal begitu. Selama ini kan Budi Karya memang selalu menang.” Ujar Alvin

“Semua ini gara-gara Iel. Dia kemana coba di saat kita tanding begini, seharusnya dia kasih kabar ke kita.” Ucap Rio

“Mungkin dia ada urusan keluarga. Loe tau kan bokapnya Iel yang nggak ngijinin dia main basket.” Bela Cakka, ia meneguk habis minumannya. Ia dan anggota lainnya terima dengan lapang dada kekalahan ini, toh pada dasarnya SMA Budi Karya selalu menang dalam perihal basket. Apalagi kapten mereka adalah Riko-sahabat Iel yang pernah mendapat MPV.

“Gue pulang. Kalau Iel datang suruh dia ke rumah gue.” Pamit Rio. Cakka dan Alvin hanya mengangguk patuh.

 Rio membereskan semua barangbarangnya kemudian melenggang pergi menuju parkiran GOR, saat sampai di sana tak sengaja matanya menangkap dua sosok yang berada di depan mobil Iel. Rio mengernyitkan dahinya, merasa kenal dengan keduanya, kalau nggak salah itu sahabat Iel yang kemarin dan satunya lagi seperti Iel… Ya Iel… Rio sangat mengenali jaket yang dipakai Iel, apalagi model rambutnya. Sayang, orang itu membelakangi Rio. Samar-samar Rio mendengar pembicaraan dua orang itu.

“Makasih Yel, Loe udah mau bantu menangin SMA gue. Makasih atas info loe yang mau ngasih formasi tim Loe. Gue beruntung punya sahabat kayak Elo. Dan gue yakin sebentar lagi Loe akan dipilih jadi kapten basket dengan di depaknya Rio dari jabatannya karena tidak memenangkan pertandingan ini.” Ujar Riko-sahabat Iel itu tersenyum miring. Rio yang mendengar itu mengepalkan tangannya, tak menyangka bahwa Iel adalah seorang pengkhianat, sahabat yang selama ini ia banggakan kini telah menusuknya dari belakang hanya untuk mendapatkan posisi sebagai kapten.

Gue nggak nyangka Yel, elo nusuk gue dari belakang… Batin Rio kemudian memasuki mobilnya dan berlalu pergi. Terlalu sakit menerima kenyataan sahabatnya berkhianat, ia akan menyelesaikan masalah ini jika emosinya sudah terkontrol.

***

Sivia menggerak-gerakkan tubuhnya berontak dari tali yang mengikatnya kuat, ia menoleh ke samping kanan dan kirinya mencari benda yang dapat membantunya melepaskan ikatan itu. Matanya tertuju pada pecahan botol kaca minuman yang terletak di dekat dinding di samping tubuhnya. Sivia berusaha meraih dengan tangan belakangnya.

Ayo Sivia sebentar lagi, Ayo… Batinnya.

HAP!

Ia dapat meraih benda itu namun sayang tangannya terluka dan berdarah. Ia memejamkan matanya berusaha menguatkan dirinya, ia menarik nafas dalam agar dirinya tenang. Dengan bersusah payah ia memotong perlahan-lahan tali yang mengikat tangannya walau darah terus keluar dari tangannya. Ya, ia harus berusaha mengingat Iel belum sadarkan diri sampai sekarang. Dengan segera ia merentangkan tangannya yang memerah akibat ikatan itu dan ia mulai memotong kakinya yang terikat ketika ikatan pada tangannya sudah selesai ia buka. Yap,,, akhirnya semua ikatan di tubuhnya telah lepas darinya. Ia menuju ke arah Iel yang disekap di atas kursi, dengan cepat ia membuka semua ikatan Iel.

“Iel, bangun Yel…Iel…” Sivia menepuk pelan pipi Iel agar pria itu segera sadar dan mereka keluar dari tempat pengap ini. Sivia mengeluarkan airmatanya, ia merasa tersiksa di sini, tidak makan ataupun minum. Ingin sekali ia menggotong Iel tapi mengingat keadaannya yang lemah ia tak akan sanggup dan hanya sia-sia saja.

“Yel, Gue mohon Loe bangun….” Isaknya

“Ergghhh…” Sivia mendongakkan kepalanya yang sempat tertunduk akibat mendengar erangan Iel. Ia mendapati Iel tengah membuka matanya perlahan-lahan, ia tersenyum dan mengusap airmatanya dengan punggung tangannya.

“Iel… Iel…” Panggil Silvi

“Ki..ta di…mana Vi…” Tanya Iel begitu ia sadar dan mendapati gadis cantik itu di hadapannya, ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit apalagi bagian tengkuknya. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Awalnya ia ingin menolong Sivia tapi ada orang yang memukul kepalanya bagian belakang.

“Riko, Riko… ia dimana Vi?” Tanya Iel lagi ketika mendapati ia dan Sivia yang ada di ruangan ini padahal semalam ia pergi bersama Riko. Sivia menggeleng lemah, ia sudah tahu semuanya ketika tak sengaja mendengar percakapan lima orang itu di depan gudang yang menjadi tempat penyekapannya.

“Kita harus cari Riko Vi…” Iel gelagapan sendiri sementara Sivia menangis, bagaimana menyampaikan semua ini pada Iel. Iel menoleh ke arah Sivia begitu mendapati gadis itu diam dalam tangisnya. Ia mengusap lembut pipi gadis itu, menenangkan sahabat kecilnya itu.

“Loe kenapa Vi? Ada yang sakit?” Tanya Iel lembut dan ada nada kekhawatiran di sana.

“Yel… Riko Yel…” Iel mengernyitkan dahinya, kekhawatirannya semakin bertambah tatkala mendengar nama Riko.

“Riko kenapa Vi? Bilang sama gue.” Ucap Iel tak sabaran

“Riko Yel,,, Riko yang nyekap kita di gudang ini…” Isakan Sivia semakin menjadi-jadi tatkala mengucapkan hal itu. Iel menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya atas penyampaian Sivia.

“Loe pasti bohong Vi, mana mungkin Riko pacar Loe dan sahabat gue nyekap kita di sini.” Bentak Iel

“Gue nggak bohong Yel, gue denger semalem pas elo pingsan ada suara Riko di sana. Loe harus percaya sama gue Iel, dia lakuin ini supaya tim basket Loe kalah. Apa Loe lupa hari ini Loe ada tanding basket dan gue yakin pertandingan basket itu udah selesai.” Ucap Sivia dengan nada tinggi. Iel diam, sebagian hatinya masih bimbang atas perkataan Sivia tapi mana mungkin peri kecilnya ini berbohong padanya apalagi ia sangat mengenal Sivia. Sivia selalu jujur padanya.

“Kita harus keluar dari sini Vi… Kita harus nyari Riko. Gue mau ngasih dia pelajaran, dia udah nyakiti Loe Vi,,, gue rela kalau gue nggak ikut basket tapi gue nggak  rela loe terluka karena dia.” Ucap Iel, ia meraih tangan Sivia yang terluka kemudian ia balutkan dengan kain bekas yang ada di sana. Sedari tadi ia melirik tangan Sivia yang terus mengeluarkan darah, ia yakin luka itu berasal dari pecahan kaca yang ada di dekatnya dan ia yakin pecahan kaca itu yang membantu Sivia untuk membuka ikatannya.

Ia menarik tangan Sivia dan membawa gadis itu keluar, sesekali ia mengintip dari segala arah untuk memastikan mereka bisa keluar dari sini. Mereka sudah sampai di depan pintu, Iel membuka pintu itu secara perlahan. Untung saja tidak dikunci, ia memberi isyarat pada Sivia untuk mengikuti dia.

Pranggg!!!

Tak sengaja Sivia menyenggol botol kaca yang terletak di atas meja, ia menggigit bibir bawahnya. Iel segera meraih tangan Sivia untuk berlari keluar dari sana.

“Woii… Jangan kabur.” Iel menoleh ke belakang sebentar begitu mendapati 4 orang mengejar mereka, sekuat tenaga ia terus menarik tangan Sivia.

“Ayo Vi, cepetan!” Ucap Iel setelah ia merasakan pergerakan Sivia mulai lemah

“Gue nggak kuat Yel, kaki gue sakit.” Keluh Sivia.

Iel menoleh ke kanan kirinya mencari tempat persembunyian tapi nihil tak ada tempat yang strategi untuk bersembunyi.

“Bentar lagi kita sampai taman Vi. Loe harus kuat, kita minta tolong orang-orang di sana.” Ujar Iel menyemangati, Sivia mengangguk. Ia mempererat genggaman tangan Iel agar tak lepas dari sana dan mencoba mengikuti langkah kaki Iel yang tergolong sangat cepat. Akhirnya mereka sampai taman, namun orang di belakang mereka masih mengejar, tanpa sengaja Sivia melepaskan genggaman tangannya pada Iel. Iel menoleh ke belakang begitu mendapati Silvi tengah mengatur nafas. Ia melambaikan tangannya agar Sivia segera menyusulnya.

“Ayo Vi, cepetan. Mereka di belakang.” Teriak Iel. Sivia melanjutkan larinya, badannya sedikit oyong karena tidak bisa mengimbangi larinya. Iel masih tetap diam memperhatikan Sivia yang berlari menuju arahnya hingga sebuah mobil dari belakang melaju dengan kencang kearah Sivia. Iel membelalakkan matanya.

“SIVIA….Awasssssssssss!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

BRAKKKKKKKK !!!

***

“Riko…” Riko membatalkan niatnya membuka pintu mobil miliknya. Ia menoleh ke belakang mendapati seorang perempuan yang sangat dikenalnya tengah tersenyum padanya. Riko mengernyitkan dahinya, ada apa sahabat kekasihnya ini memanggilnya.

“Kenapa Shill?” Tanyanya

“Loe lihat Sivia nggak? Kata nyokapnya dia belum pulang dari semalam.” Tanya Shilla penuh kekhawatiran. Riko menghela nafas.

“Semalam juga gue udah nyari dia tapi nggak ketemu.” Jawab Riko

“Mereka pada kemana sih. Iel lagi ngikutan ngilang! Nggak tau apa Rio udah marah-marah gara-gara kalah pertandingan.” Omel Shilla. Riko tersenyu miris.

Maafin Gue Shil,,, Gue harus bohong sama Loe… Batin Riko

“Oh ya Ko, Elo mau pulang ya? Gue ngikut ya? Soalnya nyokap gue nggak bisa jeput mana Rio ninggalin gue lagi.” Riko hanya mengangguk tanda mempersilahkan. Shilla tersenyum senang. Dalam hati ia mensyukuri keadaan ini bisa bersama pujaan hatinya.

Shilla, Ashilla Zahrantiara. Putri tunggal dari Pemilik Wijaya Coorparations, pengusaha terkenal dengan nomor urut ke empat. Ia juga salah satu sahabat dari Riko, Sivia, Rio, Alvin, Cakka, Agni, dan Iel. Paling dekat sama Sivia. Gadis cantik ini menyukai Riko semenjak Sivia mengenalkan padanya sebagai sahabat Sivia. Pada awalnya ia tak tertarik dengan Riko Anggara sahabat Sivia dan Iel dari kecil ini, namun karena sering di ajak Sivia bepergian bersama Riko dan Iel, perasaan itu tumbuh dengan sendirinya tanpa bisa dicegah apalagi dengan perlakuan sikap lembut dan dewasa Riko terhadapnya selama ini membuatnya berharap bahwa Riko juga mempunyai rasa yang sama terhadap dirinya. Ia juga sering curhat sama Sivia bahwa ia menyukai Riko, Sivia sih fine-fine aja Shilla suka pada siapa saja asal sahabatnya itu bahagia. Namun, bukan kebahagiaan yang didapat Shilla begitu tahu bahwa Riko tak menyukai dirinya tapi menyukai Sivia yang selama ini menjadi sahabatnya. Ia terima kenyataan itu dan meminta Sivia menerima Riko, Sivia awalnya menolak karena ia hanya menganggap Riko sebatas sahabat tidak lebih apalagi ia tahu bahwa Shilla menyukai Riko. Ia takkan setega itu menyakiti hati Shilla namun karena terus dipaksa akhirnya ia menerima Riko sebagai kekasihnya demi Shilla. Alasan Shilla melakukan itu karena ia mau melihat Riko-orang yang dicintainya bahagia.

Shilla melirik ke arah Riko yang sedang berkonsentrasi untuk menyetir, guratan garis pada wajahnya menambah ketampanan pria itu. Ia menghela nafas, andai saja Riko menyukai dia, andai saja Riko tak milik Sivia, andai saja ia selalu berada di samping Riko, andai saja waktu bisa berhenti saat ini juga. Ya semua hanya pengandaian saja yang takkan terwujud.

“Ko…” Panggil Shilla. Riko berdehem.

“Loe mau nggak nemenin gue ke taman. Gue bosen di rumah terus.” Pinta Shilla dengan manja, walaupun ada rasa bersalah di hatinya mengingat Riko sudah punya Sivia-sahabatnya tapi sesekali bersama Riko seharian tidak masalah kan? Ya, ia tahu ia egois. Tapi bukankah Sivia hanya menganggap Riko sebatas sahabat walaupun status mereka pacaran. Toh, Sivia takkan marah jika Shilla jalan bersama Riko.

Riko tersenyum dan mengangguk, ia memutar kemudi ke arah kanan menuju taman yang dekat di sana. Tak perlu waktu lama mereka sudah sampai di taman, Riko membuka pintu mobilnya diikuti Shilla. Baru saja ingin menghampiri shilla yang berada di seberangnya tak sengaja indra pendengarnya menangkap sebuah seruan.

“Sivia…. Awassssssssssssss!!!!”

Deg! Jantungnya terasa terhenti tatkala ia membalikkan badan dan mendapati mobil di belakang kekasihnya yang berada di seberang jalan tengah melaju cepat. Tanpa pikir panjang ia berlari berusaha menyelematkan kekasih yang telah dilukainya itu, ada rasa bersalah di dalam dirinya. Jujur ia lakukan semua ini hanya untuk menyelamatkan Silvi dari semua ancaman Sion-anggota timnya yang mengancam akan melukai Sivia jika Riko tak bisa memenangkan pertandingan itu dan dengan terpaksa juga ia ikut menyeret Iel sahabatnya untuk ia sekap di dalam gudang.

BRAKKKKKKK!!!!!!

“Awwwww…….” Sivia merintih tatkala ada yang mendorong tubuhnya, sikunya tergeser aspal. Sementara dua orang yang menatap kejadian itu melototkan mata mereka.

“Riko,,, Riko…” Sivia memangku kepala Riko di atas pahanya. Riko tersenyum lirih, ia merasakan sekujur tubuhnya sakit akibat dihantam mobil tadi, kepalanya banyak mengeluarkan darah.

“Riko… Loe harus bertahan Ko…” Lirih Sivia, Riko menggeleng.

“Ma..afin gu..e Vi. Gue ja..hat sa…ma Loe.” Ucap Riko terbata-bata

“Nggak Ko. Nggak! Loe jangan banyak bicara dulu.” Ucap Sivia. Riko berusaha mengangkat tangan kanannya, diusapnya airmata Sivia yang turun.

“Lo..e ng..gak bo..leh na..ngis.”

SELESAI! Riko menutup matanya.

“Ko…Riko…Riko…” Teriak Sivia membenamkan kepala Riko ke dalam pelukannya

“Minggir Loe Vi. Loe pembunuh Vi, Loe pembunuh Riko. Gue benci elo Vi…” Hardik Shilla. Sungguh miris hatinya melihat orang yang dicintainya tekapar dengan kepala yang mengeluarkan banyak darah dan semua itu disebabkan oleh gadis yang menjadi sahabatnya itu.

“Ko,,, bangun Ko. Loe nggak boleh mati. Gue sayang elo Ko, gue cinta sama eLo. Bangun Ko.” Isak Shilla, ia mengambil alih Riko masuk ke dalam dekapannya. Sivia hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya, Shilla benar semua ini karena dirinya. Riko mati karenanya. Ia pembunuh, pembunuh kekasihnya.

“Elo pembunuh Vi, Elo membunuh orang yang gue sayang. Elo pembunuh Vi…” Shilla terus mengucapkan kata-kata itu dengan lirihnya, sementara Sivia menggeleng-gelengkan kepalanya tak sanggup mendengar perkataan itu. Shilla menganggapnya PEMBUNUH!

***

FLASHBACK OFF

GABRIEL P.O.V

Gue harus bilang berapa kali ke elo Yo, gue bukan pengkhianat. Andai aja Loe percaya kata-kata gue pasti kita bisa seperti dulu. Hati gue sakit Yo terima kenyataan Loe benci gue. Padahal gue udah anggap Loe sodara gue sendiri. Gue kangen elo Yo, kangen akan persahabatan kita dulu. Kejadian yang lalu itu hanya sebuah kesalahpahaman. Dan bukan maksud gue belain Riko selama ini karena gue mau ambil posisi kapten elo, tapi karena gue tahu Riko melakukan ini hanya untuk melindungi Sivia. Dan elo tahu Yo, orang yang loe anggap sebagai pengkhianat itu bukan gue, orang itu hanya mirip gue. Kapan elo percaya sama gue Yo? Kapan?

RIO P.O.V

Gue nggak tahu kapan kebencian ini akan berakhir, yang jelas untuk sekarang gue masih sakit dengan kejadian masa lalu. Loe berkhianat Yel, apalagi dengan kenyataan bahwa loe selama ini belain Riko jika gue menyalahkannya. Itu bukti kalau loe sekongkol sama mereka untuk merobohkan gue. Loe tahu Yel, terkadang gue suka kangen sendiri dengan masa persahabatan kita tapi nggak tahu kenapa kalau gue lihat wajah loe kebencian gue semakin membara. Hhh,,, nggak ada gunanya terkadang gue berharap kita seperti dulu, toh loe pasti benci sama gue mengingat loe ingin menjatuhkan gue.

SIVIA P.O.V

Gue tahu Shill, Gue itu pembunuh orang yang loe sayang. Asal Loe tau Shil, bukan elo aja yang merasa kehilangan Riko, gue juga. Riko sahabat gue dari kecil. Gue nggak tahu saat itu Riko nolongin gue, kalau bisa milih Shil, gue lebih baik milih gue yang ketabrak daripada gue harus menerima kenyataan loe anggep gue pembunuh. Itu lebih nyakiti Shil, Loe sahabat gue. Sampai sekarang gue masih anggap loe sahabat. Apa loe masih anggap gue sahabat loe Shil? Hhhh,, nggak mungkin deh kayaknya Shil.

SHILLA P.O.V

Semua hal yang elo ingini pasti terwujud Vi, kasih sayang orang tua, sahabat, cinta. Tapi gue, terkadang gue kekurangan perhatian orang tua gue, sahabat-sahabat kita terkadang lebih sayang sama elo karena elo terkesan cerewet disbanding gue yang pendiem. Dan ini yang membuat gue iri sama Loe Vi, ditambah lagi dengan elo bisa dicintai Riko-cinta pertama gue. Selama ini gue nahan sakit Vi lihat elo sama Riko meski gue tahu elo hanya nganggap Riko sahabat. Tapi itu nyakiti banget, Riko nggak cinta gue. Ada yang lebih nyakiti lagi dari ini Vi, gara-gara nolongin elo Riko mati Vi, mati! Loe tahu, di saat itu perasaan gue hancur, loe tahu kan gue sayang dia. Kenapa sih Riko nolongi elo segala? Ini hal yang lebih nyakiti gue Vi daripada menerima kenyataan Riko nggak sayang sama gue.

***

4 komentar:

  1. Kak dilanjut donk :( aku suka banget :) bagus tau. Dari dulu aku tunggu" lhoo kak. Seneng banget kalo dilanjut sampe end :D

    BalasHapus
  2. Kak lanjutin dong. Pnsaran sma klanjutannya

    BalasHapus