Twins In Love Part 6
--- Flashback On ---
“Gue yakin tim basket
kita bakalan menang…” Ujar seorang siswa yang tengah duduk di bangku penonton
seraya memeluk bola bulat orange kesayangannya. Temannya hanya tersenyum, ia
juga sama yakinnya dengan sahabatnya ini. Tim mereka pasti akan menang melihat
latihan mereka yang cukup serius.
“Pasti, apalagi
kaptennya yang cakep kayak Elo.” Imbuh temannya yang kini memandang ring
basket.
“Nggak nyambung dodol.”
Toyornya dikepala temannya, sementara temannya hanya nyengir kuda.
“Kita buat taruhan aja
gimana?” Tantangnya, temannya mengernyitkan dahinya.
“Taruhan apa?”
“Pada saat pertandingan
siapa yang masukin bola sebanyak-banyaknya akan jadi kapten berikutnya. Dengan
resiko kalau gue kalah gue akan menyerahkan jabatan kapten sama elo.” Ucapnya.
“Ok! Gue setuju, Loe
lihat aja ntar posisi kapten akan beralih ke gue.” Ucap temannya bangga,
lagi-lagi ia menonyor kepala temannya.
“Loe anarkis amat sih
Yo. Dari tadi kepala gue jadi korban terus.” Ringis temannya sembari
mengelus-elus kepalanya yang jadi korban pendaratan tangan Rio.
“Loe sih,,, belum mulai
aja udah bangga. Kalah baru nyahok Loe.” Doa Rio
“Ya ampun Rio yang
ganteng tapi masih gantengan gue. Nggak mungkinlah Gabriel Steven Damanik
kalah, gue jamin deh gue pasti menang. Loe lihat aja ntar.” Ucap Iel
“Gabriel…” Tiba-tiba
ada yang memanggil Iel dari arah pintu GOR, Iel dan Rio menoleh mendapati
seorang siswa laki-laki dengan memakai pakaian seragam, bukan seragam mereka
tetapi seragam SMA Budi Karya. SMA yang menjadi rival mereka bertahun-tahun
dalam segala bidang, seperti Olimpiade Sains, basket, Futsal, dan lain sebagainya.
Rio mengernyitkan dahinya kenapa anak BK( Budi Karya ) bisa masuk ke sini.
“Elo Ko. Ngapai
kemari?” Tanya Iel begitu Riko-orang yang memanggilnya tadi sampai di
hadapannya.
“Gue pengen ngomong
sama loe tapi nggak disini.” Ucap Riko.
“Ehm Yo, Gue pergi dulu
ya. Jangan kangen loe sama gue. Ingat besok latihan basket.” Ucap Iel PD. Rio
mendelik kesal.
“Najis Tralala-Trilili
gue kangen sama Loe. Hush…Hush sana pergi Loe.” Usir Rio
“Yeee,,, kurang asem
Loe Yo, Loe kira gue kucing apa.” Ujar Iel, Rio cengengesan
“Mirip.”
“Males deh gue lawani
bacot Loe yang gede, mending gue pergi aja deh. Bye…Bye Rio.” Ucap Iel berlalu
pergi seraya melambaikan tangannya bak seorang banci. Rio menjadi geli sendiri
melihat tingkah sahabatnya itu.
***
Dua orang ini sibuk
dengan Handphone mereka, keduanya saling meletakkan benda canggih itu di dekat
telinga mencoba menghubungi seseorang yang sedari tadi tak mengangkat panggilan
mereka. Nampak di wajah keduanya tersirat kekhawatiran.
“Gimana Yel?” Tanya
Riko
“Nihil Ko, Handphone
Via nggak aktif. Loe udah hubungi orang rumahnya belom?” Tanya Iel balik
“Udah. Kata mereka Via
belum pulang. Gue nggak tau gimana jadinya kalau bonyok Via sampe tau kalau Via
hilang. Gue harus ngomong apa Yel?” Lirih Riko, wajahnya masih terlihat cemas
akan keberadaan kekasih hatinya itu. Via adalah pacar Riko, dan Iel adalah
sahabat mereka berdua dari kecil.
“Loe tenang aja Ko,
bonyok Via masih ada di Paris. Kita nggak punya waktu, kita harus cari Via
sekarang. Kalau besok gue nggak bisa soalnya ada tanding basket, Loe juga kan
ikutan tanding.” Ujar Iel, Riko mengangguk.
“Kalau Via sampai nggak
ketemu hari ini gue bakal cari besok dan membatalkan pertandingan basket gue.”
Ucap Riko pasrah. Iel menepuk bahu Riko berusaha menguatkan hati sahabatnya
itu.
“Loe tenang aja, Via
pasti ketemu. Kita cari dia sekarang. Ayo!” Ajak Iel
“Gue nebeng elo deh Yel,
soalnya gue nggak bawa mobil.” Ucap riko, Iel hanya mengangguk. Mereka berdua
lalu keluar dari cafeteria dekat sekolah Iel dan pergi menuju parkiran mobil.
Keduanya telah masuk ke dalam Ferari hitam metalik milik Iel. Namun sebuah nada
dering langsung memecahkan perhatian mereka, ternyata dari Handphone milik Iel.
iel mengangkat panggilan itu dan meletakkannya di dekat telinga.
“Halo.” Ucap Iel.
“…….” iel melototkan
matanya tatkala mendengar suara orang itu dari awal hingga akhir matinya
panggilan itu. Handphone itu perlahan-lahan merosot jatuh dari tangannya. Ia
menoleh ke arah Riko yang tengah memandangnya heran.
“Via Ko… Via…” Ucap Iel
“Via kenapa Yel? Via
kenapa?” Tanya Riko was-was
“Via disekap di gudang
dekat bangunan tua di jalan Mataram.” Jawab Iel
“Loe bohong kan Yel.
Loe bohong kan, Loe sekongkol sama Via supaya gue khawatir dan Via bakalan
kasih surprise ke gue saat pertandingan besok.” Ucap Riko tak percaya
“Gue beneran Ko. Gue
nggak bohong.” Bentak Iel.
“Kita ke sana
sekarang.” Ucap Iel datar dan langsung melajukan mobilnya dengan cepat menuju
jalan Mataram.
***
BRAKKK!!!
Via membelalakkan
matanya tatkala dua orang pria yang ditunggu-tunggunya mendobrak pintu gudang
itu dengan kasar. Kaki dan tangan Sivia masih terikat di sebuah tiang sehingga
sulit untuk dia menghampiri kedua orang itu, mulutnya juga ditempel lakban.
Sivia meraung-raung meminta pertolongan. Namun mata Sivia kembali melotot tatkala
empat orang di belakang Iel dan Riko tengah membawa balok di tangan mereka. Via
berteriak mengatakan awas, namun apalah daya mulutnya tengah ditempeli lakban
sehingga sulit untuk memberitahu Iel dan Riko berhati-hati.
Brukk…Brukk…
Silvi menutup matanya
tatkala dua pukulan itu dilayangkan ke bagian tengkuk Iel dan Riko, airmatanya
jatuh ketika ia mendapati Iel dan Riko telah dalam keadaan tidak sadar. Dua
orang di antara mereka menyeret Riko keluar sementara Iel mereka biarkan di dalam
gudang bersama Silvi. Kedua yang lainnya mendudukkan Iel di sebuah bangku dan
mengikat kaki tangan Iel, setelah itu mereka keluar menemui bos mereka.
Lima orang ini saling
melemparkan senyum penuh kemenangan.
“Semua beres Bos. Gue
jamin Gabriel nggak bakalan ikut pertandingan basket itu.” Ucap salah satu di
antara mereka.
“Great! Tugas Loe
berempat sekarang, Loe awasi mereka supaya nggak kabur dari sini.” Perintah
Boss mereka, ke empatnya mengangguk patuh. Orang yang sebagai Boss itu
tersenyum sinis, tak sabar menunggu hari esok jika semuanya berhasil dengan
lancar.
***
Rio sedari tadi
bolak-balik dari depan pintu GOR sekolahnya, kamar ganti, sampai bangku
penonton serta menuju tempat duduk peserta pertandingan basket. Hatinya ketar-ketir
menanti kedatangan Iel yang sudah setengah jam lebih tidak memunculkan dirinya
dari waktu perjanjian.
“Kamu udah siap Yo?” Suara
pelatih mereka Pak Joe langsung membuyarkan kekhawatirannya. Rio hanya
mengangguk.
“Iel kemana? Lima menit
lagi dimulai.” Tanya Pak Joe lagi
“Mungkin dia telat kali
Pak atau nggak lagi terjebak macet.” Jawab Rio setenang mungkin, walaupun ia
membantah ucapanya itu di dalam hati. Menurutnya, kalau pun Iel terjebak macet
pasti pria itu langsung memberitahuya. Tapi sekarang pria itu sama sekali belum
mengabarinya dan anehnya lagi Handphone Iel nggak aktif
“Ya sudah kamu
siap-siap aja Yo. Lakukan yang terbaik buat Binus, ini pertandingan awal kamu
jadi kapten basket.” Ucap Pak Joe menyemangati, Rio hanya tersenyum sebagai
isyarat kata terima kasih.
Lima menit kemudian…
Rio mendesah pelan,
kegelisahannya semakin menjadi-jadi tatkala Iel belum juga muncul padahal
mereka telah dipanggil oleh panitia, dengan terpaksa Rio harus menggantikan Iel
dengan pemain lainnya untuk bertanding menuju Final. Untuk saat ini ia bisa
lega karena lawan mereka adalah SMA Bima Sakti yang basketnya tidak ada apa-apanya
dibandingkan Binus. Rio mencoba mengonsentrasikan pikirannya ketika sudah
berada di tengah lapangan, ia memberi aba-aba pada anggotanya untuk membentuk
formasi seperti yang sudah mereka susun. Dan ia juga menyuruh Alvin
menggantikan posisi Iel sebagai Tosser, menurutnya keahlian Alvin dan Iel sama,
sama-sama gesit dan lincah. Alvin mengangguk mematuhi perintah Rio, dia juga
sebenarnya khawatir atas ketidakhadiran Iel di lapangan ini.
Prittttttt!!!
Bunyi peluit itu
pertanda bahwa pertandingan di mulai, Tim basket Binus mengambil alih bola
dengan cepat ketika bola itu di lempar ke atas. Untung saja ada Cakka yang
tergolong tinggi dan dengan mudahnya mengambil bola itu. Cakka mendrible bola
dan mengopernya kepada Septian yang tengah kosong dari penjagaan karena Tim
BimSak (Bima Sakti) tengah menjaga Rio dan Alvin yang menurut mereka sangat
berbahaya. Permainan itu terus berlanjut hingga berakhir, dan dimenangkan oleh
Tim Binus dengan point 96-57 sungguh perbedaan point yang sangat jauh. Tim
Binus masuk ke dalam final dan melawan tim Budi Karya, tapi sebelum
pertandingan dilanjutkan dilakukan istirahat sejenak oleh kedua tim tadi.
Tiba-tiba mata Rio tertuju pada teman Iel yang memanggil Iel kemarin. Rio
segera menghampiri orang itu.
“Hey!” Orang itu
menoleh dan menatap Rio heran
“Loe temennya Iel kan?
Loe tahu dimana dia?” Tanya Rio
“Gue nggak tahu.” Jawab
orang itu kemudian berlalu pergi.
***
“Argghhh…” Teriak Rio
kesal, ia membanting botol minuman yang dipegangnya sehingga semua isinya
berhamburan.
“Udahlah Yo terima
kekalahan, nggak perlu terlalu kesal begitu. Selama ini kan Budi Karya memang
selalu menang.” Ujar Alvin
“Semua ini gara-gara
Iel. Dia kemana coba di saat kita tanding begini, seharusnya dia kasih kabar ke
kita.” Ucap Rio
“Mungkin dia ada urusan
keluarga. Loe tau kan bokapnya Iel yang nggak ngijinin dia main basket.” Bela
Cakka, ia meneguk habis minumannya. Ia dan anggota lainnya terima dengan lapang
dada kekalahan ini, toh pada dasarnya SMA Budi Karya selalu menang dalam
perihal basket. Apalagi kapten mereka adalah Riko-sahabat Iel yang pernah
mendapat MPV.
“Gue pulang. Kalau Iel
datang suruh dia ke rumah gue.” Pamit Rio. Cakka dan Alvin hanya mengangguk
patuh.
Rio membereskan semua barangbarangnya kemudian
melenggang pergi menuju parkiran GOR, saat sampai di sana tak sengaja matanya
menangkap dua sosok yang berada di depan mobil Iel. Rio mengernyitkan dahinya,
merasa kenal dengan keduanya, kalau nggak salah itu sahabat Iel yang kemarin
dan satunya lagi seperti Iel… Ya Iel… Rio sangat mengenali jaket yang dipakai
Iel, apalagi model rambutnya. Sayang, orang itu membelakangi Rio. Samar-samar Rio
mendengar pembicaraan dua orang itu.
“Makasih Yel, Loe udah
mau bantu menangin SMA gue. Makasih atas info loe yang mau ngasih formasi tim
Loe. Gue beruntung punya sahabat kayak Elo. Dan gue yakin sebentar lagi Loe
akan dipilih jadi kapten basket dengan di depaknya Rio dari jabatannya karena
tidak memenangkan pertandingan ini.” Ujar Riko-sahabat Iel itu tersenyum
miring. Rio yang mendengar itu mengepalkan tangannya, tak menyangka bahwa Iel
adalah seorang pengkhianat, sahabat yang selama ini ia banggakan kini telah
menusuknya dari belakang hanya untuk mendapatkan posisi sebagai kapten.
Gue nggak nyangka Yel,
elo nusuk gue dari belakang… Batin Rio kemudian memasuki mobilnya dan berlalu
pergi. Terlalu sakit menerima kenyataan sahabatnya berkhianat, ia akan
menyelesaikan masalah ini jika emosinya sudah terkontrol.
***
Sivia
menggerak-gerakkan tubuhnya berontak dari tali yang mengikatnya kuat, ia
menoleh ke samping kanan dan kirinya mencari benda yang dapat membantunya
melepaskan ikatan itu. Matanya tertuju pada pecahan botol kaca minuman yang
terletak di dekat dinding di samping tubuhnya. Sivia berusaha meraih dengan
tangan belakangnya.
Ayo Sivia sebentar
lagi, Ayo… Batinnya.
HAP!
Ia dapat meraih benda
itu namun sayang tangannya terluka dan berdarah. Ia memejamkan matanya berusaha
menguatkan dirinya, ia menarik nafas dalam agar dirinya tenang. Dengan bersusah
payah ia memotong perlahan-lahan tali yang mengikat tangannya walau darah terus
keluar dari tangannya. Ya, ia harus berusaha mengingat Iel belum sadarkan diri
sampai sekarang. Dengan segera ia merentangkan tangannya yang memerah akibat
ikatan itu dan ia mulai memotong kakinya yang terikat ketika ikatan pada
tangannya sudah selesai ia buka. Yap,,, akhirnya semua ikatan di tubuhnya telah
lepas darinya. Ia menuju ke arah Iel yang disekap di atas kursi, dengan cepat
ia membuka semua ikatan Iel.
“Iel, bangun Yel…Iel…”
Sivia menepuk pelan pipi Iel agar pria itu segera sadar dan mereka keluar dari
tempat pengap ini. Sivia mengeluarkan airmatanya, ia merasa tersiksa di sini,
tidak makan ataupun minum. Ingin sekali ia menggotong Iel tapi mengingat
keadaannya yang lemah ia tak akan sanggup dan hanya sia-sia saja.
“Yel, Gue mohon Loe
bangun….” Isaknya
“Ergghhh…” Sivia
mendongakkan kepalanya yang sempat tertunduk akibat mendengar erangan Iel. Ia
mendapati Iel tengah membuka matanya perlahan-lahan, ia tersenyum dan mengusap
airmatanya dengan punggung tangannya.
“Iel… Iel…” Panggil
Silvi
“Ki..ta di…mana Vi…”
Tanya Iel begitu ia sadar dan mendapati gadis cantik itu di hadapannya, ia
merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit apalagi bagian tengkuknya. Ia mencoba
mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Awalnya ia ingin menolong Sivia tapi
ada orang yang memukul kepalanya bagian belakang.
“Riko, Riko… ia dimana
Vi?” Tanya Iel lagi ketika mendapati ia dan Sivia yang ada di ruangan ini
padahal semalam ia pergi bersama Riko. Sivia menggeleng lemah, ia sudah tahu
semuanya ketika tak sengaja mendengar percakapan lima orang itu di depan gudang
yang menjadi tempat penyekapannya.
“Kita harus cari Riko
Vi…” Iel gelagapan sendiri sementara Sivia menangis, bagaimana menyampaikan
semua ini pada Iel. Iel menoleh ke arah Sivia begitu mendapati gadis itu diam
dalam tangisnya. Ia mengusap lembut pipi gadis itu, menenangkan sahabat
kecilnya itu.
“Loe kenapa Vi? Ada
yang sakit?” Tanya Iel lembut dan ada nada kekhawatiran di sana.
“Yel… Riko Yel…” Iel
mengernyitkan dahinya, kekhawatirannya semakin bertambah tatkala mendengar nama
Riko.
“Riko kenapa Vi? Bilang
sama gue.” Ucap Iel tak sabaran
“Riko Yel,,, Riko yang
nyekap kita di gudang ini…” Isakan Sivia semakin menjadi-jadi tatkala
mengucapkan hal itu. Iel menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya atas
penyampaian Sivia.
“Loe pasti bohong Vi,
mana mungkin Riko pacar Loe dan sahabat gue nyekap kita di sini.” Bentak Iel
“Gue nggak bohong Yel,
gue denger semalem pas elo pingsan ada suara Riko di sana. Loe harus percaya
sama gue Iel, dia lakuin ini supaya tim basket Loe kalah. Apa Loe lupa hari ini
Loe ada tanding basket dan gue yakin pertandingan basket itu udah selesai.”
Ucap Sivia dengan nada tinggi. Iel diam, sebagian hatinya masih bimbang atas
perkataan Sivia tapi mana mungkin peri kecilnya ini berbohong padanya apalagi
ia sangat mengenal Sivia. Sivia selalu jujur padanya.
“Kita harus keluar dari
sini Vi… Kita harus nyari Riko. Gue mau ngasih dia pelajaran, dia udah nyakiti
Loe Vi,,, gue rela kalau gue nggak ikut basket tapi gue nggak rela loe terluka karena dia.” Ucap Iel, ia
meraih tangan Sivia yang terluka kemudian ia balutkan dengan kain bekas yang
ada di sana. Sedari tadi ia melirik tangan Sivia yang terus mengeluarkan darah,
ia yakin luka itu berasal dari pecahan kaca yang ada di dekatnya dan ia yakin
pecahan kaca itu yang membantu Sivia untuk membuka ikatannya.
Ia menarik tangan Sivia
dan membawa gadis itu keluar, sesekali ia mengintip dari segala arah untuk
memastikan mereka bisa keluar dari sini. Mereka sudah sampai di depan pintu,
Iel membuka pintu itu secara perlahan. Untung saja tidak dikunci, ia memberi
isyarat pada Sivia untuk mengikuti dia.
Pranggg!!!
Tak sengaja Sivia
menyenggol botol kaca yang terletak di atas meja, ia menggigit bibir bawahnya.
Iel segera meraih tangan Sivia untuk berlari keluar dari sana.
“Woii… Jangan kabur.”
Iel menoleh ke belakang sebentar begitu mendapati 4 orang mengejar mereka,
sekuat tenaga ia terus menarik tangan Sivia.
“Ayo Vi, cepetan!” Ucap
Iel setelah ia merasakan pergerakan Sivia mulai lemah
“Gue nggak kuat Yel,
kaki gue sakit.” Keluh Sivia.
Iel menoleh ke kanan
kirinya mencari tempat persembunyian tapi nihil tak ada tempat yang strategi
untuk bersembunyi.
“Bentar lagi kita
sampai taman Vi. Loe harus kuat, kita minta tolong orang-orang di sana.” Ujar
Iel menyemangati, Sivia mengangguk. Ia mempererat genggaman tangan Iel agar tak
lepas dari sana dan mencoba mengikuti langkah kaki Iel yang tergolong sangat
cepat. Akhirnya mereka sampai taman, namun orang di belakang mereka masih
mengejar, tanpa sengaja Sivia melepaskan genggaman tangannya pada Iel. Iel
menoleh ke belakang begitu mendapati Silvi tengah mengatur nafas. Ia
melambaikan tangannya agar Sivia segera menyusulnya.
“Ayo Vi, cepetan. Mereka
di belakang.” Teriak Iel. Sivia melanjutkan larinya, badannya sedikit oyong
karena tidak bisa mengimbangi larinya. Iel masih tetap diam memperhatikan Sivia
yang berlari menuju arahnya hingga sebuah mobil dari belakang melaju dengan
kencang kearah Sivia. Iel membelalakkan matanya.
“SIVIA….Awasssssssssss!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
BRAKKKKKKKK !!!
***
“Riko…” Riko
membatalkan niatnya membuka pintu mobil miliknya. Ia menoleh ke belakang
mendapati seorang perempuan yang sangat dikenalnya tengah tersenyum padanya.
Riko mengernyitkan dahinya, ada apa sahabat kekasihnya ini memanggilnya.
“Kenapa Shill?” Tanyanya
“Loe lihat Sivia nggak?
Kata nyokapnya dia belum pulang dari semalam.” Tanya Shilla penuh kekhawatiran.
Riko menghela nafas.
“Semalam juga gue udah
nyari dia tapi nggak ketemu.” Jawab Riko
“Mereka pada kemana
sih. Iel lagi ngikutan ngilang! Nggak tau apa Rio udah marah-marah gara-gara
kalah pertandingan.” Omel Shilla. Riko tersenyu miris.
Maafin Gue Shil,,, Gue
harus bohong sama Loe… Batin Riko
“Oh ya Ko, Elo mau
pulang ya? Gue ngikut ya? Soalnya nyokap gue nggak bisa jeput mana Rio
ninggalin gue lagi.” Riko hanya mengangguk tanda mempersilahkan. Shilla
tersenyum senang. Dalam hati ia mensyukuri keadaan ini bisa bersama pujaan
hatinya.
Shilla, Ashilla
Zahrantiara. Putri tunggal dari Pemilik Wijaya Coorparations, pengusaha
terkenal dengan nomor urut ke empat. Ia juga salah satu sahabat dari Riko,
Sivia, Rio, Alvin, Cakka, Agni, dan Iel. Paling dekat sama Sivia. Gadis cantik ini
menyukai Riko semenjak Sivia mengenalkan padanya sebagai sahabat Sivia. Pada
awalnya ia tak tertarik dengan Riko Anggara sahabat Sivia dan Iel dari kecil
ini, namun karena sering di ajak Sivia bepergian bersama Riko dan Iel, perasaan
itu tumbuh dengan sendirinya tanpa bisa dicegah apalagi dengan perlakuan sikap
lembut dan dewasa Riko terhadapnya selama ini membuatnya berharap bahwa Riko
juga mempunyai rasa yang sama terhadap dirinya. Ia juga sering curhat sama
Sivia bahwa ia menyukai Riko, Sivia sih fine-fine aja Shilla suka pada siapa
saja asal sahabatnya itu bahagia. Namun, bukan kebahagiaan yang didapat Shilla
begitu tahu bahwa Riko tak menyukai dirinya tapi menyukai Sivia yang selama ini
menjadi sahabatnya. Ia terima kenyataan itu dan meminta Sivia menerima Riko,
Sivia awalnya menolak karena ia hanya menganggap Riko sebatas sahabat tidak lebih
apalagi ia tahu bahwa Shilla menyukai Riko. Ia takkan setega itu menyakiti hati
Shilla namun karena terus dipaksa akhirnya ia menerima Riko sebagai kekasihnya
demi Shilla. Alasan Shilla melakukan itu karena ia mau melihat Riko-orang yang
dicintainya bahagia.
Shilla melirik ke arah
Riko yang sedang berkonsentrasi untuk menyetir, guratan garis pada wajahnya
menambah ketampanan pria itu. Ia menghela nafas, andai saja Riko menyukai dia,
andai saja Riko tak milik Sivia, andai saja ia selalu berada di samping Riko,
andai saja waktu bisa berhenti saat ini juga. Ya semua hanya pengandaian saja
yang takkan terwujud.
“Ko…” Panggil Shilla.
Riko berdehem.
“Loe mau nggak nemenin
gue ke taman. Gue bosen di rumah terus.” Pinta Shilla dengan manja, walaupun
ada rasa bersalah di hatinya mengingat Riko sudah punya Sivia-sahabatnya tapi
sesekali bersama Riko seharian tidak masalah kan? Ya, ia tahu ia egois. Tapi
bukankah Sivia hanya menganggap Riko sebatas sahabat walaupun status mereka
pacaran. Toh, Sivia takkan marah jika Shilla jalan bersama Riko.
Riko tersenyum dan
mengangguk, ia memutar kemudi ke arah kanan menuju taman yang dekat di sana.
Tak perlu waktu lama mereka sudah sampai di taman, Riko membuka pintu mobilnya
diikuti Shilla. Baru saja ingin menghampiri shilla yang berada di seberangnya
tak sengaja indra pendengarnya menangkap sebuah seruan.
“Sivia….
Awassssssssssssss!!!!”
Deg! Jantungnya terasa
terhenti tatkala ia membalikkan badan dan mendapati mobil di belakang
kekasihnya yang berada di seberang jalan tengah melaju cepat. Tanpa pikir
panjang ia berlari berusaha menyelematkan kekasih yang telah dilukainya itu,
ada rasa bersalah di dalam dirinya. Jujur ia lakukan semua ini hanya untuk
menyelamatkan Silvi dari semua ancaman Sion-anggota timnya yang mengancam akan
melukai Sivia jika Riko tak bisa memenangkan pertandingan itu dan dengan terpaksa
juga ia ikut menyeret Iel sahabatnya untuk ia sekap di dalam gudang.
BRAKKKKKKK!!!!!!
“Awwwww…….” Sivia
merintih tatkala ada yang mendorong tubuhnya, sikunya tergeser aspal. Sementara
dua orang yang menatap kejadian itu melototkan mata mereka.
“Riko,,, Riko…” Sivia
memangku kepala Riko di atas pahanya. Riko tersenyum lirih, ia merasakan
sekujur tubuhnya sakit akibat dihantam mobil tadi, kepalanya banyak
mengeluarkan darah.
“Riko… Loe harus
bertahan Ko…” Lirih Sivia, Riko menggeleng.
“Ma..afin gu..e Vi. Gue
ja..hat sa…ma Loe.” Ucap Riko terbata-bata
“Nggak Ko. Nggak! Loe
jangan banyak bicara dulu.” Ucap Sivia. Riko berusaha mengangkat tangan kanannya,
diusapnya airmata Sivia yang turun.
“Lo..e ng..gak bo..leh
na..ngis.”
SELESAI! Riko menutup
matanya.
“Ko…Riko…Riko…” Teriak
Sivia membenamkan kepala Riko ke dalam pelukannya
“Minggir Loe Vi. Loe
pembunuh Vi, Loe pembunuh Riko. Gue benci elo Vi…” Hardik Shilla. Sungguh miris
hatinya melihat orang yang dicintainya tekapar dengan kepala yang mengeluarkan
banyak darah dan semua itu disebabkan oleh gadis yang menjadi sahabatnya itu.
“Ko,,, bangun Ko. Loe
nggak boleh mati. Gue sayang elo Ko, gue cinta sama eLo. Bangun Ko.” Isak
Shilla, ia mengambil alih Riko masuk ke dalam dekapannya. Sivia hanya menutup
wajahnya dengan kedua tangannya, Shilla benar semua ini karena dirinya. Riko
mati karenanya. Ia pembunuh, pembunuh kekasihnya.
“Elo pembunuh Vi, Elo
membunuh orang yang gue sayang. Elo pembunuh Vi…” Shilla terus mengucapkan kata-kata
itu dengan lirihnya, sementara Sivia menggeleng-gelengkan kepalanya tak sanggup
mendengar perkataan itu. Shilla menganggapnya PEMBUNUH!
***
FLASHBACK OFF
GABRIEL P.O.V
Gue harus bilang berapa
kali ke elo Yo, gue bukan pengkhianat. Andai aja Loe percaya kata-kata gue
pasti kita bisa seperti dulu. Hati gue sakit Yo terima kenyataan Loe benci gue.
Padahal gue udah anggap Loe sodara gue sendiri. Gue kangen elo Yo, kangen akan
persahabatan kita dulu. Kejadian yang lalu itu hanya sebuah kesalahpahaman. Dan
bukan maksud gue belain Riko selama ini karena gue mau ambil posisi kapten elo,
tapi karena gue tahu Riko melakukan ini hanya untuk melindungi Sivia. Dan elo
tahu Yo, orang yang loe anggap sebagai pengkhianat itu bukan gue, orang itu
hanya mirip gue. Kapan elo percaya sama gue Yo? Kapan?
RIO P.O.V
Gue nggak tahu kapan
kebencian ini akan berakhir, yang jelas untuk sekarang gue masih sakit dengan
kejadian masa lalu. Loe berkhianat Yel, apalagi dengan kenyataan bahwa loe
selama ini belain Riko jika gue menyalahkannya. Itu bukti kalau loe sekongkol
sama mereka untuk merobohkan gue. Loe tahu Yel, terkadang gue suka kangen
sendiri dengan masa persahabatan kita tapi nggak tahu kenapa kalau gue lihat
wajah loe kebencian gue semakin membara. Hhh,,, nggak ada gunanya terkadang gue
berharap kita seperti dulu, toh loe pasti benci sama gue mengingat loe ingin
menjatuhkan gue.
SIVIA P.O.V
Gue tahu Shill, Gue itu
pembunuh orang yang loe sayang. Asal Loe tau Shil, bukan elo aja yang merasa
kehilangan Riko, gue juga. Riko sahabat gue dari kecil. Gue nggak tahu saat itu
Riko nolongin gue, kalau bisa milih Shil, gue lebih baik milih gue yang
ketabrak daripada gue harus menerima kenyataan loe anggep gue pembunuh. Itu
lebih nyakiti Shil, Loe sahabat gue. Sampai sekarang gue masih anggap loe
sahabat. Apa loe masih anggap gue sahabat loe Shil? Hhhh,, nggak mungkin deh
kayaknya Shil.
SHILLA P.O.V
Semua hal yang elo
ingini pasti terwujud Vi, kasih sayang orang tua, sahabat, cinta. Tapi gue,
terkadang gue kekurangan perhatian orang tua gue, sahabat-sahabat kita
terkadang lebih sayang sama elo karena elo terkesan cerewet disbanding gue yang
pendiem. Dan ini yang membuat gue iri sama Loe Vi, ditambah lagi dengan elo
bisa dicintai Riko-cinta pertama gue. Selama ini gue nahan sakit Vi lihat elo
sama Riko meski gue tahu elo hanya nganggap Riko sahabat. Tapi itu nyakiti
banget, Riko nggak cinta gue. Ada yang lebih nyakiti lagi dari ini Vi,
gara-gara nolongin elo Riko mati Vi, mati! Loe tahu, di saat itu perasaan gue
hancur, loe tahu kan gue sayang dia. Kenapa sih Riko nolongi elo segala? Ini
hal yang lebih nyakiti gue Vi daripada menerima kenyataan Riko nggak sayang
sama gue.
***
kakak lanjutin dong.---.
BalasHapusKak dilanjut donk :( aku suka banget :) bagus tau. Dari dulu aku tunggu" lhoo kak. Seneng banget kalo dilanjut sampe end :D
BalasHapusAku tunggu lanjutannya:/ok.
BalasHapusKak lanjutin dong. Pnsaran sma klanjutannya
BalasHapus